Manusia dan Amanah

Juni 3, 2008

 Menyambung perihal identitas; status diri dan kedirian manusia

Status kemakhluqan manusia (insan) yang diistimewakan Alloh SWT adalah sesuatu yang sangat unik dan menarik tapi sedikit terabaikan dari perhatian kita. Padahal sangat beralasan Alloh menciptakan manusia dengan segenap keunikannya. Manusia diciptakan dengan suatu tujuan memakmurkan bumi sebagai wujud peribadahan kepada Nya.  Sebagaimana sebuah inti pada sesuatu, keberadaannya adalah wajib sebab tanpanya akan menjadi bias sesuatu itu. Ketika manusia tidak Alloh ciptakan kira-kira untuk apa dunia diciptakan? Manusia adalah inti dari penciptaan alam raya ini, manusia adalah sentral yang dengannya makhluk lain tercipta.

Bahkan Alloh SWT hanya mempercayakan ‘amanat’ pengurusan bumi ini kepada manusia, yang sebelumnya sempat ditawarkan kepada gunung, bumi dan langit semua enggan menerima amanat Nya. Maka dipikulah amanat itu oleh manusia, jadi manusia adalah punya lakon dalam drama kehidupan ini.Dengan latar belakang itulah manusia seantero jagat ini WAJIB mengetahui, menyakini dan memahami arti status kemakhluqan manusia. Sebab mengetahui, meyakini serta memahaminya adalah modal dasar  untuk meningkatkan eksistensi diri kita lebih baik dan lebih bernilai dihadapan Alloh SWT.

Inherintas manusia dengan amanah sudah tidak bisa dibantah dengan alasan apapun. Sebagaimana disinggung diatas, bahwa manusia diciptakan Alloh SWT dengan kesangupan memikul amanah.  Konsekwensi logisnya bahwa peningkatan status manusia sangatlah bergantung kepada penunaian amanah tersebut. Atawa boleh dikatakan, sejauh mana ia bisa melaksanakan amanahnya sejauh itulah status dan kapasitasnya bisa terukur. Meningkat dari status sebelumnya atau malah sebaliknya terjungkal dibawah standar.

Kalau sebelumnya telah penulis kemukakan bahwa status manusia pada awalnya adalah sama dengan ciptaan Alloh yang lain yaitu sebagai makhluq. Yang dalam statusnya tidak mempunyai pilihan dan disadari atau tidak ia bergantung pada yang Mpunya. Dari bentuk ukuran dan kumulyaannya sudah tidak bisa ditawar lagi karena begitu kadar ciptaannya. Nah, senada dengan hal itu manusia yang dipikulkan amanah kepadanya mempunyai kemestian-kemstian yang lebih dari pada seorang yang berstatus makhluq. Kemestian-kemestian itu tiada lain adalah totalitas penerimaan atas kadar penciptaan dirinya. Kemudian menggunakan kelebihan-kelebihan yang dikaruniakan Alloh kepadanya sebagaimana mestinya,  sesuai kehendak pencipta. Serta berupaya merapat kepada yang telah mengkadarkan ia seperti itu adanya, dan berusaha melebur antara ia dengan sang penciptanya. Maka sudah barang tentu konsekwensi inipun akan menaikan statusnya sebagai makhluq kepada derajat hamba (budak, abdi) Alloh SWT.

Saya ingatkan kembali bahwa tidak serta merta dengan kesempurnaan penciptaan manusia lantas ia menjadi seorang yang baik tanpa melalui proses pengetahuan dan pemahaman atas status diri. Maka amalan dari pengetahuan, pemahaman serta keyakinan itu akan berlangsung scara kontinyu hingga berkhirnya usia. Sehingga datangnya maut / kematian yang haq dan tidak bisa diragukan kejadiannya.

Manusia dan amanah, hidup dan mati, ilmu dan amal semua menandakan bahwa dalam penciptaan manusia yang melekat padanya tugas dan tanggungjawab untuk menunaikan amanah adalah perjalanan yang harus ditempuh sebagai suatu proses pencapaian memanusiakan manusia dengan status makhluq menjadi abid .. abdi alloh SWT.

Cag.